Rabu, 03 Juli 2013

TANYA-JAWAB: Apa yang dimaksud dengan Hukum Tabur Tuai? (lanjutan)

Sebab kita adalah hasil karya-Nya. Ia sebagai hakim yang adil untuk  memberkati orang yang hidup dalam kebenaran dan menghukum orang yang tidak hidup dalam kebenaran. Orang-orang bebal yang tidak peduli Allah dan penghakiman-Nya suatu hari kelak akan berhadapan kepada kenyataan yang tidak pernah ia duga. Pada waktu itu penyesalan baru datang tetapi semua sudah terlambat. Oleh sebab itu Tuhan menganjurkan kita untuk menabur di dalam Roh, maksudnya mengikuti kehendak Allah. Tentu hal ini akan menghasilkan buah Roh (Gal 5:22). Tetapi sebaliknya kalau menabur dalam daging, tentu menghasilkan buah-buah daging maka ia tidak akan memperoleh bagian dalam kerajaan Allah (Gal 5:19-21). Kebenaran Firman Tuhan dan hukum-hukumnya sebenarnya membawa manusia kepada kehidupan yang berkelimpahan. Hukum tabur tuai ini jangan dikaitkan  dengan persembahan kolekte dalam gereja. Ini tidak ada kaitannya persembahan uang. Kalau dihubungkan maka terjadi penyesatan. Bila kita menganalisa pesan pembicara di mimbar-mimbar hari-hari ini, hukum tabur tuai ini telah diperlakukan semena-mena. Hal ini tidak disadari oleh banyak orang sehingga penyesatan terjadi secara sistimatis dan kuat merusak pemahaman iman dan kehidupan umat Tuhan. Bila hal ini tidak segera diantisipasi banyak orang percaya yang jatuh ke dalam tangan kuasa kegelapan.

Manusia adalah makhluk yang diperangkap atau dibatasi oleh hukum-hukum kehidupan. Salah satu hukum kehidupan adalah bahwa apa yang dialami manusia tidak bisa berdiri sendiri-sendiri, karena masa kini atau apa yang kita alami sekarang ini mengandung masa lalu atau akibat dari apa yang dilakukan orang tua kita dan yang kita lakukan. Selanjutnya apa yang akan kita alami serta keturunan atau anak cucu kita alami nanti di hari esok nanti ditentukan oleh apa yang kita lakukan hari ini. Hukum kehidupan ini tidak bisa dihindari oleh siapapun. Kalau kita bisa menghindarkannya, maka adalah bijaksana kalau kita tunduk tanpa membantah dan bersikap antisipatif menyongsong hari esok.

Tanpa disadari, banyak orang terperangkap dalam kebodo-han tidak memperdulikan hukum kehidupan ini. Hawa tidak sungguh-sungguh mem-perhatikan apa yang dikata-kan Tuhan bahwa ia akan mati sehingga dengan sembrono memetik buah yang dilarang Tuhan.

Hal ini sama dengan Esau yang menukar hak kesulungannya dengan sepiring makanan. Daud tidak pernah mempertimbangkan dengan serius bahwa tindakannya mengambil istri Uria dengan membunuh prajurit setia itu berbuntut bencana dalan keluarganya. Gehazi tidak berhitung dengan benar ketika menipu Naaman dengan mengambil persembahan yang mestinya diberikan kepada Elisa. Ia dan keturunannya mengidap kusta. 

Demikian pula Yudas tidak mempertimbangkan serius bahwa akhirnya ia kehilangan hak istimewanya menjadi pengiring Tuhan Yesus. Ia mati bunuh diri hanya karena 30 keping perak, satu jumlah yang sangat kecil. Apa yang dialami bangsa Israel selama hampir 2000 tahun tercerai berai dari negeri leluhurnya, bahkan pedang mengejar mereka ( 6 juta orang Yahudi mati pada perang dunia ke dua selama 7 tahun. Tahun 1939-1945) adalah gema dari keputusan bodoh nenek moyang mereka yang tidak tunduk kepada Yahwe Allah Israel dan pernyataan mereka bahwa mereka bersedia memikul akibat dari keinginan mereka menyalibkan Tuhan Yesus. Mereka berkata:”  "Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami (Mat 27:25).

Dengan kenyataan ini maka kita harus memperhatikan apa yang ditulis Paulus bahwa Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya (Gal 6:7). Dalam teks lain dikatakan bahwa Allah tidak bisa diolok-olok. Banyak orang orang modern hari ini mengolok-olok Tuhan dengan perbuatannya, dan mereka berpikir bahwa Tuhan tidak berdaya bertindak atas mereka, sebab Tuhan dianggap tidak ada (2 Pet 3:1-7.).

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar