Senin, 17 Juni 2013

PROFIL : NELSON PARULIAN TAMBUNAN


Posturnya gagah dengan kulit hitam manis dan wajah yang selalu klimis, tersenyum selalu manis demikian tokoh profile kita kali ini. Bernama lengkap Nelson Parulian Tambunan, lahir di Plaju – Sumatera Selatan pada tanggal 23 September 1961. Ia menikah dengan D boru Simanjuntak pada tanggal 22 Mei 1993. Dari pernikahan tersebut Tuhan mengaruniakan tiga orang anak yang bernama Filo Rendeva, Richie Andyllo S dan si bungsu Rahel Eunike Angelia.

Beliau menghabiskan waktunya di Plaju sampai tamat SMA. Kemudian ia tinggal di Bogor karena kuliah di IPB jurusan Tehnologi Pertanian. Sejak SMA Nelson, sudah tidak asing dengan dunia pelayanan. Ia merupakan pemain orgel (piano) di gereja HKBP Plaju. Ketika menimba ilmu di Bogor ia pun tetap aktif terjun dalam dunia pelayanan. Ia bersama-sama teman mahasiswa aktif dalam persekutuan doa, dan pelayanan di gereja HKBP yang ada di bogor. Keaktifan beliau dalam pelayanan didasarkan kepada kerinduan yang mendalam ingin mengenal Tuhan lebih intim lagi.

Tahun 1987 ia menyelesaikan studinya di IPB. Dengan modal keilmuan yang dimiliki dan semangat yang menggebu-gebu ambisinya cuma satu, ingin jadi orang kaya, dan tampaknya dengan dasar modal yang dimiliki, tampaknya ambisi tersebut pasti dapat diraih. Ia melamar pekerjaan disebuah perusahaan perkebunan PMA dan diterima di Tebing Tinggi, yaitu PT LONSUM.

 

Ia berangkat ke Tebing Tinggi dengan segudang impian yang merekah bak bunga matahari di pagi hari. Namun apa daya, oleh karena sesuatu, ia hanya tiga bulan di sana dan kemudian meninggalkan Tebing Tinggi, ia lalu mengarahkan hatinya ke Jakarta. Ia tiba di Jakarta dan beberapa pekerjaan sempat di jalani hingga akhirnya ia diterima di sebuah perusahaan Farmasi – hingga sekarang. Melengkapi kecakapan kerja, pak Nelson kemudian melanjutkan kuliah S2 jurusan Manajemen dan menyelesaikan pendidikan tersebut dengan gelar Magister Manajemen di STIE KALBE. Ia sempat terpuruk dan seperti “kehilangan Tuhan”, tetapi kemudian beliau bangkit lagi. Ia mencari-cari gereja yang dapat membawanya “menemukan” Tuhan. Pernah di GPDI dan melayani di sana.

Ketika orangtuanya mendengar ia bergereja dan dibaptis selam di GPDI, orangtuanya marah besar dan berkata, “Pergi sekalian ke Sungai Yordan”. Akan tetapi karena orang tua Pak Nelson melihat perubahan dalam kehidupan anak-anaknya, akhirnya merekapun beralih ke GPDI dan meninggalkan gereja lamanya.

“Saya mengakui, di Rehobot saya banyak mendengarkan Firman yang mengubahkan saya”, demikian ucap tokoh kita ini. Perjalanan dan pengalaman hidup yang sudah dilaluinya membuat jiwanya semakin matang di dalam Tuhan. Roma 8:28 menjadi kekuatan yang dahsyat yang membentengi dan menjadi penopang imannya. Ia memiliki motto dalam hidupnya, “Harapan itu adalah Hidup, maka jangan pernah kehilangan Pengharapan dan Hiduplah dalam Pengharapanmu.” Sebelum menutup percakapan ini, ia mengeluarkan satu lagi jurus ampuhnya, “Bukan beratnya beban itu yang membuat kita kalah, tetapi seberapa lamanya kita ‘menahan’ beban itu. Maka lepaskanlah bebanmu secepatnya.”

Nelson Parulian bersama putera-puteri saat makan siang bersama
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar