Senin, 17 Juni 2013

Apa yang dimaksud dengan Hukum Tabur Tuai?


Berpijak pada pernyataan Paulus dalam Galatia 6:7: Jangan sesat, dalam teks asli Alkitab ditulis:  me planasthe (Μὴ πλανᾶσθε). Maka kita harus sungguh-sungguh berhati-hati terhadap fakta penyesatan berkenaan dengan hukum ini. Dalam terjemahan Alkitab New International Version diterjemahkan : be not deceive, dalam terjemahan Good News Bible diterjemahkan: do not deceive your selves. Terjemahan bahasa Inggris tersebut bisa diartikan sebagai: Jangan tertipu atau menipu diri sendiri.  Kata planasthe, dapat diterjemahkan astray yang berarti sesat atau di luar jalur yang benar atau jalan yang salah.  Jadi kalimat me planasthe bisa diterjemahkan not led be astray.


Pemikiran yang salah dalam diri kita itu merupakan potensi penyesatan yang harus diwaspadai. Kalau Tuhan sendiri yang memperingatkan itu berarti suatu bahaya besar akibat penyesatan tersebut. Oleh sebab itu betapa pentingnya kita mengerti kebenaran Firman Tuhan dan selalu mengalami pembaharuan pikiran setiap hari (Roma 12:2). Hukum tabur tuai ini mirip dengan konsep "karma" dalam suatu agama. Mirip bukan berarti sama persis. Hendaknya kita tidak menyamakan. Dalam hukum karma tidak ada solusi penebusan oleh darah Tuhan Yesus, tetapi dalam hukum tabur tuai masih ada penopangan, dimana Allah Bapa masih memakai tuaian yang kita tabur (sekalipun salah) menjadi alat untuk menyempurnakan kita. Di tengah penderitaan hasil taburan kita, selama kita masih mau mengasihi Tuhan, Dia akan menjadikan sarana untuk menyempurnakan kita. Kecuali kalau sampai mati tidak mau bertobat, maka semua menjadi sia-sia. Hukum tabur tuai adalah bahwa segala sesuatu yang kita lakukan mempunyai akibat. Kenyataan ini berangkat dari 2 hal:

 
Pertama, Allah adalah Allah yang telah memberi kehendak pilihan bebas kepada manusia. Dan Ia sendiri konsekwen dengan kebebasan yang telah diberikan itu. Sebagai buktinya, Allah meletakkan pohon ujian di taman Eden.  Oleh sebab itu 

Nasib manusia ditangan manusia itu sendiri.

Kedua, Allah adalah Allah yang adil yang menuntut pertanggungjawaban. Oleh sebab itu manusia adalah makhluk yang hidup dibawah bayang-bayang keadilan Allah. Itulah sebabnya  Tuhan Yesus yang disalib untuk memenuhi hukum keadilan. Pelanggaran harus mendatangkan hukuman. Dosa mendatangkan maut. Manusia yang berdosa harus menerima ganjaran. Tetapi Tuhan Yesus yang telah menanggung ganjaran hukuman. Dalam hal  inilah yang memuaskan hati Allah Bapa dalam menggenapi tuntutan keadilan Allah tersebut. Demikian pula dalam kenyataan hidup ini sekarang dibumi selagi kita masih hidup. Apa yang kita alami ada dalam koridor hukum tabur tuai. Orang yang bekerja keras pasti diberkati tetapi yang malas tidak pantas diberkati. Dengan penjelasan  ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk yang harus bertanggungjawab (Roma 14:12) atas hidupnya dihadapan Tuhan, yaitu atas semua perbuatannya. Konsep takdir yang sering kita dengar dalam pergaulan bukanlah konsep Alkitab, bahkan itu bertentangan dengan kebenaran Firman Tuhan. Manusia  bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri. Keadaan manusia bukanlah hasil dari penentuan nasib atau takdir. Oleh karenanya dunia ini bukan panggung sandiwara, tetapi medan pergumulan antara memilih yang jahat atau yang baik. Keberuntungan atau kemalangan. Kehidupan atau kebinasaan. Tuaian dari apa yang kita tabur itu bisa kita tuai baik selama hidup dalam dunia  maupun sesudah mati (2Kor 5:10). Apa yang kita tuai persis seperti yang kita tabur. Perhitungan Allah tepat (a person will reap exactly what he plants). Oleh sebab itu kita tidak boleh hidup ceroboh. Dalam Galatia 6:7 Alkitab berkata: Allah tidak dapat dipermainkan, (no one makes a fool of God, God is not mocked). Manusia berurusan dengan Allah dan tidak dapat menghindarinya. Semua yang kita lakukan dalam hidup ini menimbulkan reaksi dan tindakan Allah atas diri kita. 

 
bersambung ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar