Rabu, 27 Februari 2013

KUAT MENJALANI HIDUP KARENA FIRMAN TUHAN

LAMRIA PASARIBU ditengah kesibukannya mencari nafkah



Ulet, gigih, rajin dan kerja keras menjadi bahan bakar yang ampuh membakar semangatnya untuk mencari nafkah demi membiayai kehidupan anak-anaknya. Tidak ada kata menyerah dalam kamus hidup ibu LAMRIA  PASARI-BU (43)  salah seorang jemaat setia di GBI Rehobot-THB. Berikut adalah sekilas liputan mengenai kegigihan seorang ibu menjalani kehidupannya.


Menjadi orang tua tunggal bukanlah hal yang mudah apalagi hidup di kota besar. Walapun Bekasi secara administrasi merupakan wilayah Jawa-Barat, namun karena letaknya berbatasan langsung dengan Ibukota, gaya hidup dan pergulatan kehidupannya sudah menyamai Jakarta. Ditinggal mati oleh suami tercinta pada tahun 2008 dengan lima orang anak – pada waktu itu yang bungsu baru berumur 9 bulan, situasinya benar-benar “mengenas-kan”. Ulet, gigih, rajin dan kerja keras menjadi bahan bakar yang ampuh membakar semangatnya untuk mencari nafkah demi membiayai kehidupan anak-anaknya. Tidak ada kata menyerah dalam kamus hidup ibu yang satu ini. Semua anak-anaknya bersekolah. Lamria boru Pasaribu, demikian nama ibu ini, baru saja menghirup nafas lega ketika putri sulungnya setelah tamat SMK langsung bekerja di sebuah perusahaan. Eva menjadi mitra untuk berbagi beban. Namun apa daya, keadaan tersebut tidak berlangsung lama. Januari 2012 putri sulungnya ini meninggalkannya untuk selama-lamanya. Sempat ia tergoncang menghadapi peristiwa itu dan terbersit di hatinya untuk pulang ke kampung. Namun niat itu diurungkan sebab keadaan tidak lebih baik di kampung daripada bertahan di perantauan. Setelah peristiwa pahit yang dialaminya, sosok wanita yang satu ini tidak menunjukkan kegentaran di wajahnya untuk bertarung di belantara kehidupan ini. Ia berkata, “Hidup tidak boleh cengeng, hadapi saja dengan tegar, sebab ada Tuhan yang sangat hebat untuk tetap menolong kita.” Demikian prinsip yang dipegang oleh ibu Lamria. Setiap hari ia bangun pagi-pagi menyiapkan kebutuhan anak-anaknya. Jam 6 pagi ia berangkat untuk berjualan kopi dan minuman soft drink di carefour dengan menggunakan sepeda motor bututnya. Jam dua siang ia pulang ke rumah, mencuci pakaian dan merapihkan rumah. Lalu sore hari kembali berjualan jagung bakar dan kopi, teh di Harmoni dekat Patung kuda. Ia berjualan sampai jam sepuluh malam. Demikian berlangsung dari hari senin sampai jumat. Tetapi pada hari Sabtu, ia bisa berjualan sepanjang malam sampai hari Minggu pagi – yaitu jam lima. Kemudian pulang kerumah, beres-beres dan langsung pergi ke gereja untuk beribadah di GBI Rehobot.

Apa resep seorang Lamria untuk tetap tegar menapaki kehidupan ini? Kebenaran Firman yang disampaikan di gereja Rehobot itulah yang menguatkannya. Ia berkata, “Kebenaran itu membuka mata saya dan menjadikan saya berani menghadapi kenyataan hidup ini. Jangan putus asa, hadapi saja kehidupan ini dengan tenang. Hadapi saja dengan berani, jangan malu dan buang jauh-jauh rasa gengsi itu dari dalam hati kita.” Selanjutnya Ibu Ria berkata, “Di dalam peristiwa-peristiwa pahit yang saya alami, saya bisa melihat tangan Tuhan turut campur tangan mengelola kehidupan kita. Tuhan yang tidak kelihatan, begitu nyata dalam memberikan pertolongan-Nya. Jangan pernah meragukan Tuhan. Biarkan Dia mengatur kehidupan kita, dan percayalah kepadaNya. Jangan takut susah, sebab sebenarnya kesusahan itu umurnya cuma sehari.” Tuhan Yesus mengatakan dalam Mat 6:34 “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."

 Saat ini ibu Lamria bersama keempat putra-putrinya mengontrak sebuah rumah mungil di Puri Blok D14/14. Beberapa waktu lalu rumahnya kebanjiran. Sekali lagi ia menghadapi semuanya dengan senyuman. Lupakanlah masa lalu, toh semuanya itu sudah berlalu, sekarang tataplah ke masa yang akan datang, sebab di sanalah kehidupan kita, bukan di masa lalu. (EDS)


 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar