Minggu, 21 April 2013

PROFIL : DIDIK KRISPURYANI


Koordinator K3R 6 ini, bernama lengkap Didik Krispuryani. Berasal dari kota yang sama dengan Presiden pertama RI – Soekarno, Blitar, Jawa Timur. Lahir tanggal 10 Mei 1970, anak bungsu dari enam bersaudara. Tahun 1999 ia menikahi pujaan hatinya Ester Rahmawati, dan dikaruniai Tuhan dua orang putri, Eraskha Paskalia Kristalen Diestony dan Madeline Lou Eta Diestony. Ketika remaja Didik sudah aktif berkecimpung dalam pelayanan. Talenta bermusiknya kembangkan dengan maksimal. Walau secara otodidak, empat alat musik, ia kuasai: drum/perkusi, piano, gitar dan bas. Hari-hari yang dilalui penuh sukacita : sekolah, ladang dan gereja. Hidup dengan sederhana di desa dan lingkungan gereja.

 

Lulus SMA tahun 1993 ia merantau ke Jakarta. Tujuan yang ada dalam benaknya adalah ingin mengalami pertumbuhan dalam iman.  Hamba Tuhan kita yang satu ini memiliki motto, “Saya hidup harus bekerja, tapi bukan pekerjaan yang membuat saya hidup. Yang membuat saya hidup adalah melayani Tuhan.”

 

Filosofi ini yang menggerakkan hidupnya untuk melayani Tuhan dengan semangat.

Ia tidak memilih-milih pekerjaan. “Kerja apa saja yang penting ada waktu untuk pelayanan.” Ia bekerja di pelabuhan Sunda Kelapa sebagai Kerani. Setelah itu “naik” menjadi Kolektor, hingga tahun 1996. Sambil bekerja ia bergabung di “PD Mulia” yang dipimpin oleh Bpk. Prayitno, dan di sana pula ia berkenalan dengan Pdt. Erastus Sabdono yang sering pelayanan bersama keliling Jawa.  Berbagai tantangan hebat menerpa biduk rumah tangganya. Tetapi semua persoalan itu dapat dilewati, hingga tahun 2004. Tahun 2005 ia menjadi tukang kredit pakaian di kantor-kantor. Tahun 2006 bergabung di perusahaan pakaian TNI. Tahun 2007 merintis konveksi hingga sekarang. Alasan merintis usaha diawali dengan “semangat yang salah” yaitu hanya ingin menunjukkan bahwa “saya bisa” kepada mantan bosnya.

 

Tahun 2009 ia kena musibah, tertipu oleh sebuah partai peserta pemilu. Tak cukup sampai di situ, tergiur dengan keuntungan yang besar, lagi-lagi proyek yang dikerjakan gagal. Kegagalan-kegagalan itu disikapi dengan tabah dan akhirnya membuka pintu pikiran dalam sudut pandang yang benar tentang kasih karunia Tuhan. Dulu pak Didik mengira kasih karunia seperti ini. “Bahwa Tuhan pasti bela, apalagi jika kita sudah melayani Tuhan. Tuhan tak mungkin biarkan kita rugi apalagi ditipu. Tuhan pasti mengobah karakter kita, kita diam saja dan pasif”. Ternyata tidak seperti itu harus ada perjuangan dan tanggungjawab dari kita. Kita harus menguasai keinginan.

Waspadalah: Pemahaman yang salah menghasilkan tindakan yang salah. Tidak semua pelayanan kita memuliakan Tuhan, sebab ternyata dalam pelayanan kita bisa melayani diri sendiri.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar