Oleh Dr. W. A. 
Criswell
Alih bahasa oleh 
Wisma Pandia, Th.M.
Editor Dr. Eddy 
Peter Purwanto
Beberapa 
waktu yang lalu saya diminta oleh editor dari majalah Moody Monthly untuk 
menulis gambaran tentang bagaimana saya mempersiapkan kotbah. Saya tetap 
mengikuti pemikiran dan pandangan yang telah saya pegang selama bertahun-tahun. 
Sebagaimana seorang pendeta melakukannya, saya telah belajar banyak selama 
pertengahan abad melalui apa yang sudah saya kotbahkan dan yang saya pelajari, 
yang telah menjadi padat dan mengkristal baik di dalam saya belajar maupun 
didalam mempersiapkan kotbah, yang sekarang menjadi sebuah bagian dan sebuah 
bingkisan dalam kehidupan saya sehari-hari.  Hal itu akan dijelaskan dalam  di 
dalam bagian ini.
Pendeta 
Digerakkan oleh Kebenaran
Apa itu 
berkotbah? Mengapa ia berbeda dari kuliah? Dari konseling? Dari mengajar? Apa 
yang menyusun kotbah sehingga ia berbeda dari ceramah-ceramah lainnya?
Jawabannya 
sangat sederhana. Berkotbah ditujukan kepada kehendak, hati nurani dan tujuan 
utamanya adalah untuk menggerakkan jiwa sesuai dengan kehendak Allah dan 
kehendak surga. Pengkotbah melakukan hal ini secara literal dan terlepas dari 
ungkapan orang tentang kebenaran Allah.
Di dalam 
menyampaikan kotbah, saya merasa berada dalam kehidupan yang sesungguhnya dari 
materi yang saya gambarkan. Bahkan dalam mempersiapkannya, saya tinggal dalam 
kebenaran ini. Tidak ada pengalaman yang lebih menarik daripada seorang 
pengkotbah sejati yang membentangkan  visi yang menakjubkan dari kekayaan Allah 
di dalam Kristus Yesus.
Kedalamaman 
dari Kebenaran Doktrinal yang Diperlukan
Pada zaman 
modern terlihat jelas kemunduran yang signifikan dari kotbah yang bersifat 
doktrinal.  Kita telah menjadi  terbiasa, sangat dialektikal, sangat oikumene, 
dan sangat cemas untuk megkotbahkan tanda tanya kita dan keraguan intelektual 
bahwa kita khawatir untuk mengajarkan jemaat kita tentang kedalaman arti dan 
kebenaran dokrinal firman Tuhan.
Namun 
bagaimanapun disana ada kotbah doktrinal yang kuat, selalu ada sebuah gereja 
yang sehat dan kuat. Kotbah penginjilan Perjanjian Baru dipenuhi dengan doktrin 
yang luar biasa yang digambarkan dan dilukiskan oleh Tuhan kita –kehidupan 
Kristus, kematian Kristus, kebangkitan Kristus, kedatangan Kristus, kekuatan 
penebusan  dari Kristus, keberdosaan manusia, kebutuhannya akan seorang 
juruselamat,  dan pentingnya seruan untuk datang kepadaNya sebagai Tuhan dan 
Allah.
Kotbah 
kita butuh kedalaman, kekuatan dan penekanan doktrinal dan cara untuk 
memperolehnya adalah dengan pembelajaran yang panjang dan doa yang 
sungguh-sungguh.
Hasil Terbaik 
dalam  Penjelajahan  Homelitika
Hasil 
terbaik dari penjelajahan homelitika yang pernah saya lakukan namun sederhana 
dan efektif adalah dengan mengurutkan sumber-sumber materi yang saya miliki. 
Saya telah memberi nomor pokok dari buku-buku kotbah dan sejumlah volume yang 
saya dapat. Lalu saya menempatkannya dengan sebuah teks dalam Alkitab yang 
memiliki margin besar, nomor dari buku dan bagian yang didiskusikan dalam teks 
yang saya temukan. Hal ini akan membuka saya kedalam literatur yang luas tentang 
firman Allah yang saya temukan. 
Diawal 
ketika saya mulai berkotbah, saya berpikir bahwa saya telah memintal semuanya 
dalam pikiran saya, terlepas dari kedangkalan saya dan sumber-sumber yang tidak 
lengkap. Saya berpikir bahwa saya telah sunguh-sungguh dan sempurna di dalam 
setiap pemikiran dan kotbah saya. Tanpa sebuah kekhawatiran bahwa kotbah saya 
sangat dangkal seperti air yang meresap ke dalam pasir.
Hampir 
selama dua ribu tahun orang-rang yang memiliki karunia dari Allah telah berdoa, 
mengajar dan menuliskan ungkapan mereka yang diinspirasikan. Jadi, gunakan 
pikiran mereka di dalam belajar.
Pergunakanlah perpustakaan anda dengan baik. Hal itu akan menjadi suatu 
kelebihan bagi saya untuk dapat berbicara panjang lebar tentang pentingnya bagi 
seorang pengkotbah untuk mempelajari Alkitab dengan semua bantuan dari 
konkordansi, tafsiran, ayat-ayat, bahasa, artikel-artikel, kotbah-kotbah, 
pengalaman hidup dan semua materi yang dapat membangun. Tetapi pembelajaran 
merupakan esensi yang paling utama.
Bacalah 
semua hal. Semua hal dapat menyentuh kehidupan yang menjadi perhatian seorang 
pengkotbah. Dari suratkabar harian, majalah, komentar radio, editorial –dari 
semua kreasi-  pengkotbah memiliki kesempatan untuk membawanya kedalam pesan 
yang akan disampaikan, kekayaan dari hal-hal itu dan komentar-komentar yang ada 
didalamnya akan membantu untuk menjelaskan arti firman Tuhan.
Berusahalah untuk selalu menjadi pendengar yang baik.  Ketika anda berbicara, 
anda tidak sedang mempelajari apa-apa. Tidak seorangpun yang dapat memiliki 
lidah perak tanpa terlebih dahulu memiliki sebuah telinga emas.
Pendeta 
Mengkhotbahkan Alkitab
            Bagi saya, cara 
yang terbaik dalam berkotbah adalah dengan mengambil dari kitab demi kitab dalam 
Alkitab, bagian demi bagian, paragraph demi paragraph, ayat demi ayat, lalu 
sampaikan di hadapan jemaat dengan sebuah empati dan keyakinan,”Allah berfirman!”  
Ada suatu ketika di Dallas, saya mulai berkotbah dari kitab Kejadian 1:1 hingga 
ayat terakhir dari kitab Wahyu. Dan itu memakan waktu selama tujuh belas tahun 
delapan bulan, tetapi hal itu sangat positif dan merupakan suatu hal yang sangat 
bernilai dalam kehidupan saya.
            Dalam suatu 
kesempatan lain, dalam suasana Tahun Baru, saya mulai berkotbah dari pukul 7.30 
dengan ayat pertama dari kitab Kejadian hingga keseluruhan Alkitab, dan 
berlangsung hingga tengah malam. Aula kami merupakan salah satu yang terbesar di 
Amerika dan sangat padat ketika saya mulai berkotbah dan tetap padat dengan 
orang-orang yang berdiri disekeliling tembok bagian atas dan bagian bawah bahkan 
ketika saya selesai pada saat tengah malam (Broadman Press menerbitkan kotbah 
yang panjang itu dengan judul “The Scarlet Thread Through the Bible).
            Mengkotbahkan 
Alkitab merupakan sesuatu yang tidak ada badingannya di dalam berkotbah. 
Orang-orang datang ke gereja untuk mengetahui apakah Alah menyampaikan sesuatu 
terhadap mereka. Pengkotbah mempelajari pesan Allah dari penyingkapan Allah 
sendiri dan penyingkapan yang ada dalam Alkitab. Lalu ia berdiri di atas batu 
karang yang kokoh, berkotbah tanpa tergoyahkan, firman Tuhan yang kekal.
Pendeta Harus 
Mengikuti Roh Kudus
Saya akan 
ilustrasikan mengapa saya selalu mengikuti pikiran Roh Kudus daripada 
pikiran-pikiran lain. Dalam beberapa tahun belakangan ini, saya telah berkotbah 
tentang kehidupan Yesus di kebaktian minggu malam. Saya mengikuti seri kehidupan 
Yesus melalui harmonisasi keempat Injil. Namun setelah beberapa tahun berlalu 
ketika saya ingin berkotbah tentang penebusan dan kemuliaan kebangkitan, saya 
tersadar bahwa saya terlalu banyak menghabiskan waktu di awal pelayan Kristus, 
Lalu hal 
itu datang kepada saya, yaitu apa yang telah Roh Kudus lakukan dalam menyusun 
kitab-kitab di dalam Alkitab. Ada kisah tentang kehidupan Kristus, dan gambaran 
yang hebat tentang kematian dan kebangkitanNya. Setelah itu Roh Kudus memulai 
kisah itu lagi dan memimpin hingga kepada kematian dan kebangkitan Kristus. Lalu 
Roh Kudus melakukan hal yang sama lagi dan sekali lagi. Selama empat kali Dia 
memulai cerita tentang kisah Kristus dan memimpin hingga kematian dan 
kebangkitanNya.
Melihat 
hal itu, lalu saya mengoreksi kesalahan saya, memberitahukan jemaat tentang 
penilaian saya yang salah dalam memberangkatkan Alkitab. Saya mengumumkan bahwa 
saya akan mengikuti perintah sebagaimana yang telah diberikan oleh kebijaksanaan 
Roh Surgawi kepada kita, di dalam Buku yang telah diinspirasikan. Kemudian 
sekarang saya mengkotbahkan Injil satu demi satu dan sebagaimana seseorang 
berkata,”Selalu dibuat di dalam Yesus,” bawa mereka kembali dan kembali kepada 
salibNya dan kebangkitanNya.
Sebuah 
Ilustrasi dalam Persiapan Khotbah
            Di Minggu pagi saat 
menulis buku ini, saya sedang mengkotbahkan surat Efesus. Baru-baru ini saya 
berkotbah dalam Efesus 4:30. Judul dari kotbah itu adalah “Mendukakan Roh 
Kudus.”  Di suatu Hari Tuhan, saya telah berkotbah dari Efesus 4:32: “Tetapi 
hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling 
mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”
            Inilah cara 
bagaimana saya mempersiapkannya. Pertama, saya membaca teksnya dalam bahasa 
Yunani, jika seorang pengkotbah tidak mengerti bahasa Yunani, dia dapat membaca 
bagian itu dalam beberapa terjemahan dan mengambil ide yang paling baik dari 
bahasa aslinya.  Dari bahasa Yunani saya belajar bahwa kesimpulan dari bagian 
itu tidak berada di akhir pasal 4 tetapi berlanjut hingga Efesus pasal 5:2. 
Sebagai pendahuluan dari kotbah, bagaimanapun, saya menyampaikannya sesuai 
dengan teks yang ada dalam konteksnya. Itu merupakan sebuah cara yang baik untuk 
memulai.
            Di dalam Efesus 
5:1, Paulus menyatakan bahwa kita adalah tekna agapeta,”anak-anak yang 
terkasih.” Dalam 1 Yohanes 4:8 Yohanes memanggil Allah agape, “kasih.” 
Kita sangat berharga, dikasihi, diinginkan, berdoa untuk anak-anak Allah. 
Sebagaiman Paulus mengajak kita untuk menjadi sama seperti Bapa kita. Dia 
berkata,”jadilah kamu menjadi pengikut-pengikut Tuhan. Kata yang diterjemahkan 
sebagai “pengikut-pengikut” adalah mimitai yang mana didalam bahasa 
Inggris kata itu adalah mimic (dalam bahasa Indonesia kata ini bisa 
diartikan sebagai peniru, atau mimik). Kita menjadi mimik atau tiruan 
dari Bapa Surgawi kita.
            Jika kita menjadi 
tiruan Bapa kita, seperti apakah Dia dan apa yang Dia lakukan? Bagiamana kita 
dapat meniru Dia? Kata “sebab itu” dalam Efesus 5:1 mengacu kepada keselurahan 
ayat yang diatas. Saya membaca Efesus 4:32 merupakan perintah untuk mengetahui 
apa yang harus dilakukan untuk menjadi seorang tiruan Bapa Surgawi kita.  
Seperti apakah Allah? Ayat yang indah itu menyatakan bahwa Dia merupakan peramah 
dan pemaaf.
            Kotbah lalu 
beranjak untuk membicarakan kebaikan Allah, kebaikan Kristus dan kebaikan dari 
orang-orangNya. Dibawah tiga poin ini, mengikuti pengantar yang telah disebutkan 
sebelumnya, saya mencari di Alkitab materi untuk ilustra dan menjalankan pesan. 
Saya menemukan bahwa saya telah menemukan materi yang cukup selama beberapa jam. 
Kemudian saya memilahnya dan menggunakan ilustrasi yang sangat mengesankan.
            Dalam poin yang 
ketiga, berbicara tentang kebaikan dari manusia Allah. Saya mencatat hal-hal 
yang dibutuhkan untuk sebuah dorongan dan simpati. Di sini saya menemukan 
ilustrasi yang tajam didalam kehidupan penyair Sir Walter Scoot (yang didorong 
oleh Bobby Burns)dan Gypsy Smith (yang didorong oleh Ira D. Sankey). Lalu saya 
berbicara, bagaimana kebaikan ini memberkati gereja, membuat kehangatan, 
bermurah hati, dan bersahabat. Terakhir saya berbicara bagaimana hal itu 
memberkati dan memenangkan orang yang terhilang. Mereka lebih digerakkan oleh 
karena kebaikan hati,  kasih dan perhatian yang penuh belas kasihan, daripada 
sikap yang dingin dari teologi yang benar.  Lalu saya berseru kepada untuk 
orang-orang yang terhilang, kepada mereka yang kami doakan agar menyerahkan hati 
mereka kepada Yesus.
            Ada suah prinsip 
disini. Jika anda memiliki sesuatu untuk disampaikan, jangan khawatir, anda akan 
menemukan cara untuk menyampaikannya. Jika anda bergerak, para pendengar akan 
bergerak. Jika kebenaran Allah membakar hati anda, ia juga akan membakar hati 
para para jemaat.
Bentuk Akhir 
dari Khotbah dan Persiapan untuk Penyampaian
            Doa yang 
sungguh-sungguh dalam mempelajari Alkitab akan membawa sebuah pesan kedalam hati 
anda. Hal ini tidak akan pernah gagal. Allah akan melakukannya untuk anda. Dalam 
mengkotbahkan Alkitab seorang pendeta akan tidak akan terhindarkan dari sentuhan 
isu-isu yang berkaitan dengan kehidupan dan keadaan manusia. Berdoa dan 
mempelajari Alkitab hingga pesannya lahir di hati anda. Beri ia nafas, judul 
yang menarik. Bagi menjadi tiga, empat atau lima poin. Hubungkan pesan dengan 
kebutuhan jemaat.
            Didalam melengkapi 
dan mengingat kotbah didalah pikiran dan hati anda, pelajari secara interval. 
Lakukan pekerjaan lain dalam minggu itu. Ingat, bahwa bekerja terlalu lama dia 
atas meja kan membuat diri anda merasa bodoh.
            Terakhir, ketika 
kotbah sudah selesai,  bayangkan kembali kotbah anda sebelum anda pergi tidur. 
Secara psikologi, pikiran anda akan menjalankan kotbah anda. Hal itu akan 
menjadi sebuah bagian dari anda.  Sebelum anda pergi berkotbah, bayangkan 
kembali, jika mungkin berdoalah untuk tiap-tiap poinnya. Lalu berdirilah, 
percaya kepada Allah, dan lakukan. Roh Kudus akan melakukan tugasnya.
Buku-Buku yang 
Dianjurkan dalam Mempelajari Khotbah
Di sini 
ada beberapa buku tentang persiapan kotbah, dan berkhotbah yang akan memberkati 
pendeta.
Jay E. 
Adams, Studies in Preaching, Presbyterian and Reformed, 1976.
J. Daniel 
Bauman, An Introduction to Contemporary Preaching, baker, 1972.
H.C. 
Brown, Jr., H. Gordon Clinard, and Jesse J. Northcutt, Steps to Sermon,
 Broadman, 1963
B.H. 
Carrol, The Three Baptism, Evangell Press, 1957.
E. C. 
Dargan, A History of Preaching, baker, 1967.
Eric W. 
Hayden, Preaching Through the Bible, Zondervan, 1964.
Charless 
Koller, Expository Preaching Winthout Notes, Baker, 1962.
Clarence E 
Macartney, Preaching Winthout Notes, Abingdon, 1946.
G. 
Campbell Morgan, Preaching,  Marshall, Morgan, and Scott, 1955.
A.T. 
Robertson, The Minister and His Greek New Testament, Baker, 1977.
William E. 
Sangster, The Craft of Sermon Construction, Epworth Press, 1964
________________,  The Craft of Sermon Illustration, Baker, 1973
C.H. 
Spurgeon, An Allround Ministry, Banner of Truth, 1972
V.L. 
Stanfield, Effective Evangelistic Preaching, New Orleans Baptist
 Theological Seminary, 1965
            Merril F. Unger, 
Principles of Expository Preaching, Zondervan, 1955
            Wayne E. Ward, The 
Word Comes Alive, Broadman, 1969
Tidak ada komentar:
Posting Komentar