Rabu, 30 April 2014

GEREJA ANAK GBI REHOBOT THB KE PANTI TUNANETRA ELSAFAN




Foto bersama dari gereja anak GBI Rehobot THB bersama keluarga besar panti tunanetra Elsafan



Sabtu pagi pukul 08:30, 26 April 2014  anak-anak dari gereja anak GBI Rehobot THB sudah berkumpul di gereja dengan rasa sukacita karena pagi ini mereka akan mengadakan kunjungan ke Panti Tunanetra Elsafan. Guru-guru sekolah Minggu terlihat begitu sibuk memberikan pengarahan dan mengatur anak-anak untuk naik ke mobil-mobil pribadi yang sudah parkir di depan gereja. Dengan tertib semuanya kira-kira 30 orang anak telah masuk ke mobil bersama beberapa orangtua dan guru-guru gereja anak telah siap berangkat. Tepat pukul 10.00, 10 mobil yang membawa rombongan sampai di daerah rumah susun Kelender, tepatnya di Jl. Delima I No.13-14 (Rt.01/RW.03) Kel. Malaka Sari, Kec. Duren Sawit dimana Panti Tunanetra Elsafan berada. Rombongan disambut dengan ramah oleh beberapa pengurus Elsafan dan mempersilahkan masuk ke ruang yang telah disediakan. Beberapa anggota panti Elsafan terlihat 26 April 2014  melakukan aktivitas layaknya seperti orang yang bisa melihat karena tanpa dituntun dapat pergi ke toilet atau ke lokasi yang lain. Anak-anak dari gereja anak Rehobot dengan tertib duduk dan semua anggota panti Elsafan satu persatu berdatangan dan juga duduk bersama-sama. Acara perkenalan pun dimulai oleh anak-anak panti, “perkenalkan nama saya Migel, umur saya 13 tahun, kelas 6. Hobby saya bernyanyi dan bermain musik” disambut tepuk tangan yang hadir.  Diantaranya ada yang berasal dari Kupang, Kalimantan, Madura, Tangerang, Nias, Sulawesi Tengah, Medan dan berbagai daerah yang lain di Indonesia. Usia dari penghuni panti bervariasi dari usia 4 tahun hingga 25 tahun.

Asima dari gereja anak membuka acara ibadah menaikkan pujian “Bapa… Engkau sungguh baik ….” diiringi Saxophone yang dimainkan begitu apik oleh Aldin (16) bertubuh cukup besar asal Tangerang, mengalami kebutaan sejak lahir. Dia dilahirkan prematur pada masa kandungan 5 bulan dan terkena sinar-X ketika di incubator. Bisa bermain Saxophone hanya belajar dalam waktu 2 bulan, Aldin juga menguasai berbagai alat musik lain seperti Gitar, keyboard, dll.

Aldi bersama Saxophonenya.
Tidak kalah piawai didalam mengiring pujian adalah Junjun (13) memainkan keyboard, dia adalah tunanetra + autis juga buta sejak lahir karena tidak memiliki bola mata. Bersama dengan Aldin, Junjun juga sudah berada di Elsafan selama 8 tahun. Disamping belajar di Elsafan, Junjun kursus musik di Purwacaraka.  Hobinya disamping bermain musik juga bernyanyi. Di kondisi keterbatasannya dia mengungkapkan dalam pujian ucapan syukur kepada Tuhan karena masih bisa bermain dan bercanda, “Walau aku tidak sempurna, aku bahagia. Aku bersyukur kepada Tuhan”. Dia juga mengucapkan terimakasih kepada bundanya yang telah mengandung dirinya, walaupun dia tidak pernah melihat wajahnya.

Nelcy menyampaikan Firman Tuhan.

Setelah pujian dinaikkan, tiba saatnya Firman disampaikan oleh kabid. Gereja anak Sdri. Nelcy yang diambil dari Kejadian 1:26. Ditekankan bahwa manusia diciptakan segambar dengan Allah yaitu memiliki pikiran, perasaan, kehendak bebas dan merupakan makhluk yang kekal. Diingatkan juga bahwa manusia harus memiliki tanggung jawab untuk menjaga ciptaan Tuhan.

Johannes Widyantarko saat memimpin acara Quiz.
Seusai ibadah dilanjutkan dengan permainan Quiz yang mengundang semangat seluruh anak-anak dengan hadiah-hadiah yang telah disediakan. Hampir semua pertanyaan dapat dijawab oleh anak-anak baik dari panti Elsafan dan gereja anak. Waktu sudah pukul 12.00 saatnya makan siang bersama.

Panti Sosial Anak Asuh Cacat (PSAAC) ELSAFAN didirikan oleh Ritson Manyonyo (39) yang lahir di Poso. Dijelaskan bahwa Elsafan berasal dari bahasa Ibrani yang berarti Tuhan pelindungku. Ritson sendiri adalah tunanetra yang dialaminya sewaktu kuliah di semester 6 Sekolah Tinggi Theologia Doulos. Saat itu saraf matanya melemah dan ternyata mengidap penyakit glukoma yang diidentifikasi pada stadium dimana sudah tidak dapat diobati. Hal ini membuat dirinya drop tidak bisa menerima kenyataan bahwa dia tidak dapat melihat lagi, hal ini berlangsung selama 2 tahun. Dia sangat bersyukur memiliki keluarga yang dapat menguatkan dan mendukung untuk dapat bangkit kembali. Orang tua menjadi motivator utama dan berusaha dengan membawa ke Salatiga untuk bertemu komunitasnya. Penting menurut beliau bahwa orang yang baru mengalami kondisi seperti itu harus berkomunikasi dengan komunitasnya (orang-orang yang memiliki pengalaman dan penderitaan yang sama) dengan demikian dapat bangkit lebih cepat.  Salah seorang penghuni panti adalah contohnya : Puri (23) yang berasal dari Lampung, mengalami penyakit Tumor otak dan membuatnya buta pada usia 18 tahun, dapat menerima dirinya setelah bergabung dengan komunitas dan menyebutkan, “saya bersyukur telah diberikan kesempatan untuk melihat daun, melihat matahari dan yang lain dibandingkan teman-teman yang lain buta dari lahir tidak pernah melihat apa-apa”.

Ritson memiliki ayat membuat dirinya menjadi semangat yaitu Roma 12:12 “Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan dan bertekunlah dalam doa!” .


Hisar Simanjuntak (Media K3R) bersama Ritson Manyonyo.
Sarjana Theologi diselesaikan di STT Agape th 2001, dan saat ini sedang menyelesaikan perkuliahan di tingkat S2 di STT Jeffrey, Jatinegara dengan fokus manajemen (tata kelola) dan leadership (kepemimpinan).  Dia menekankan pentingnya penerapan ilmu ini di dalam mengelola panti. Seringkali panti bermasalah karena dirinya sendiri, di lingkungan dimana pantinya berada adalah komunitas yang fanatic untuk itu harus diterapkan Theology contextual yang berarti harus menyesuaikan dengan kondisi setempat. Contohnya dalam perayaan agama muslim mereka ikut bernyanyi di Mesjid, Lebaran ikut berbagi dan memberikan kurban (ikut memotong kambing). Dengan demikian masyarakat sekitar ikut membantu dan jika suatu saat ada anggota panti yang tidak dapat pulang mereka mengantarkannya ke panti.

Agar apa yang tertulis di Yoh. 9:3-9 terjadi maka kita tidak boleh passif tetapi harus aktif melakukan pekerjaan seperti yang Tuhan kehendaki. Buta hanyalah instrument bukan prinsip. Buta tidak membatasi kita untuk melakukan kehendak Allah. Disamping mengelola panti Ritson juga sering menyampaikan kotbah diberbagai tempat.

Kerinduannya didalam mendirikan panti agar menghilangkan persepsi bahwa orang buta itu bisanya jadi tukang pijat atau peminta-minta. Panti yang dihuni 41 orang ini mempekerjakan 16 orang  yang dapat melihat dengan semangat untuk melayani dengan sukarela mendapatkan persembahan kasih. Anak yang didik di tempat ini mendapatkan subsidi silang, beberapa dapat membayar penuh dan 70% adalah gratis. Mengenai dana tidak pernah dikeluhkan dan Tuhan selalu cukupkan pas. Tidak pernah meminta dana dengan proposal tetapi selalu berusaha dengan kemampuan sendiri termasuk diantaranya adalah membuat CD/DVD pujian yang dipersembah anak-anak didiknya, dan lain-lain.

Berbagai prestasi diraih anak-anak didik di Panti Elsafan.
Elsafan, melalui anak-anak pantinya meraih prestasi dalam berbagai kesempatan diataranya bulan April ini baru saja meraih juara 1 menyanyi di tingkat SD seJakarta Timur melalui Melan Damanik (13) asal Medan, juara 1 menyanyi di tingkat SMP seJakarta Timur oleh Yohannes (18) asal Kalimantan, dan juga juara baca puisi oleh Kastin. Aldin meraih Juara 5 Saxophone tingkat Nasional.

Kunjungan gereja anak ke Elsafan sangat memberikan inspirasi dan motivasi kepada seluruh anak-anak, disaat orang memiliki keterbatasan dapat mandiri dan belajar dengan tekun dan sungguh-sungguh untuk meraih prestasi. Persahabatan gereja anak Rehobot dengan Elsafan agar terjalin terus dimasa yang akan datang dan Tuhan Yesus memberkati!
 
Bp. Teddy secara simbolis menyerahkan bantuan dari gereja anak GBI Rehobot THB ke Panti Elsafan

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar